BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Islam.
Masih ada beberapa perbedaan mengenai arti filsafat
secara bahasa. Pendapat pertama menyebutkan filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafah.
Ini adalah pendapat Harun Nasution. Pendapat kedua, menyatakan bahwa terma
filsafat berasal dari bahasa Inggris philo dan sophos. Philo
berarti cinta, dan sophos berarti ilmu atau hikmah. Pendapat ini kebanyakan dikemukakan penulis
berbahasa Inggris. Pendapat ketiga menyatakan filsafat berasal dari bahasa
Yunani, philosophia.Philo berarti cinta, sophia berarti hikmah.
Filsafat, falsafah, atau philosophia secara harfiah berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.[1]
Selanjutnya kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama-yuslimu-islaman
yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan
sentosa. Kata tersebut berasal dari salima yang berarti selamat,
sentosa, aman dan damai.[2] Kata Islam kemudian menjadi nama sebuah agama
yang bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad
melalui malaikat Jibril, Al Qur’an, serta Al Hadis.
Mengenai arti dari filsafat Islam, Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat Islam dapatlah
diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami.[3]
Selanjutnya Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah filsafat Islam
terdapat dua kemungkinan pemahaman konotatif. Pertama, filsafat Islam dalam
arti filsafat tentang Islam yang dalam bahasa Inggris kita kenal sebagai Philosophy
of Islam. Islma menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan
sudut pandang filsafat. Kemungkinan kedua, filsafat Islam dalam arti Islamic
Philosophy, yaitu suatu filsafat yang Islami. Kebenaran Islam terpapar pada
dataran kefilsafatan.[4]
Menurut pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani, filsafat islam
ialah pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan bermacam-macam masalah
manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama Islam.[5]
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui
ciri-ciri filsafat Islam, yakni:[6]
1.
Dari
segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
2.
Dari
segi ruang lingkup pembahasannya, filsafat islam mencakup pembahasan bidang
kosmologi, metafisika, kehidupan dunia dan akhirat, ilmu pengetahuan dan
budaya, dll, kecuali masalah zat Tuhan.
3.
Dari
segi datangnya, filsafat Islam sejalan dengan perkembangan ajaran Islam itu
sendiri.
4.
Dari
segi yang mengembangkannya, filsafat dalam arti materi pemikiran filsafatnya,
bukan kajian sejarahnya, disajikan oleh orang-orang Islam.
5.
Dilihat
dari segi kedudukannya, filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman
lainnya seperti ilmu kalam, tasawuf, sejarah kebudayaan islam dan pendidikan
Islam.
B.
Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Islam.
Dalam sejarah dunia Filsafat, Yunani merupakan tonggak
awal munculnya filsafat. Pemikiran filosuf masuk ke dunia Islam melalui
filsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir islam di Suria, Mesopotamia,
Persia dan Mesir. Filsafat Yunani masuk ke daerah tersebut karena adanya
ekspansi Alexander pada abad ke-4 sebelum Masehi, dalam bahasa Arab disebut Iskandar
Zulkarnain. Alexander menaklukan negeri tersebut dengan membuat
kebijakan politik untuk menyatakan kebudayaan Yunani dan kebudayaan Persia.
Pengaruh dari kebijakan tersebut lahirlah pusat-pusat kebudayaan Yunani di
timur, seperti Alexanderia di Mesir, Jundisyapur di Mesopotamia dan Bacha di
Persia.
Pengaruh kebudayaan Yunani terhadap dunia Islam
terlihat jelas pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Karena yang menduduki di
pemeritah pusat juga berasal dari orang-orang Persia yang berkecimpung dengan
budaya Yunani. Pada mulanya, para khalifah Bani Abbasiyah hanya tertarik pada
ilmu kedokeran Yunani dengan cara-cara pengobatannya. Kemudian mereka juga
tertarik dengan ilmu pengetahuan lain termasuk filsafat.
Filsafat Islam berkembang melalui beberapa fase, yaitu
Fase Pertama adalah fase penerjemahan bagian yang menarik dari filsafat yunani
ke dalam Bahasa Arab. Fase kedua adalah penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam
Bahasa Arab yang berkembang pesat pada masa Khalifah Al-Makmun (813-833 M).
Perkembangan tersebut ditandai dengan berdirinya lembaga penerjemahan yang
bernama Baitul Hikmat yamg dikepalai oleh Hunain Ibnu Ishaq. Pada
Fase ketiga muncul filosof-filosof besar seperti al-Kindi, al-Farabi,
al-Ghazali, Ibn Maskawih, ibn Bajjah, Ibn Thufail dan Ibn Rusyd.[7]
Namun, bila dilihat dari sejarah peradaban umat Islam,
munculnya pemikiran filsafat dalam dunia Islam merupakan gejala perkembangan
keilmuan dalam masyarakat Islam sejak timbulnya agama Islam. Agama memberikan
jawaban mengenai beberapa persoalan metafisika, Tuhan, jiwa dan manusia.
Kemudian pengetahuan tentang hal itu dikembangkan dengan memadukan kebenaran
wahyu dan akal. Hal tersebut yang memunculkan para filosuf Arab yang telah
disebutkan diatas.
C. Unsur-Unsur Metodologi Penelitian Filsafat
Metodologi penelitian filsafat memiliki beberapa unsur,
antara lain:[8]
1.
Interpretasi,
yaitu membuat tafsiran yang bertumpuk
pada obyek untuk mencapai kebenaran otentik.
2.
Induksi
dan deduksi. Induksi adalah proses penalaran dari khusus ke umum. Deduksi
adalah proses penalaran dari umum ke khusus.
3.
Koherensi
intern, yaitu usaha memahami dengan benar guna memperoleh hakikat dengan
menunjukkan semua unsur.
4.
Holistik,
yaitu pandangan menyeluruh dan mendalam untuk mencapai kebenaran. Obyek dilihat
dari interaksi dengan lngkungannya, sehingga diketahui identitasnya.
5.
Kesinambungan
historis, yaitu pengalaman dan pemikiran manusia berkembang bersama lingkungan
zamannya.
6.
Idealisasi,
yaitu berusaha memahami kenyataan secara mendalam untuk memperoleh hasil yang
ideal/sempurna.
7.
Komparasi,
yaitu membandingkan kesamaan dan perbedaan dalam obyek penelitian sehingga
obyek dapat dipahami lebih jelas.
8.
Heuristika,
yaitu menemukan jalan baru secara ilmiah untuk memecahkan masalah.
9.
Analogikal,
yaitu meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam fakta dan data.
10.
Deskripsi,
yaitu hasil penelitian harus dapat dibahasakan agar mudah dipahami, ada satu
kestuan mutlak antara bahasa dan pikiran seperti antara jiwa dan raga.
D. Model-Model Penelitian Filsafat Islam Berdasar Tokohnya
1.
Model M. Amin Abdullah
Dalam
hasil penelitian untuk disertasinya yang ia tuangkan dalam bukunya The Ideal
of Universality Ethical Norm In Ghazali and Kant, ia mengambil metode
penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif. Dari segi pendekatan yang
digunakan, Amin Abdullah mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan
studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut.
Dalam
bukunya yang berjudul Falsafah Islam di Era Postmodernisme, Amin Abdullah
menuliskan bahwa untuk melihat prospek pemikiran Islam di masa mendatang, dalam
hubungannya dengan proses belajar-mengajar di fakultas tarbiyah, diperlukan
telaah kritis-historis terhadap warisan khazanah intelektual Muslim untuk
mencari benang merah serta titik singgung hubungan antara normativitas wahyu
dan historisitas kekhalifahan.[9]
Penelitian
yang polanya mirip dengan Amin Abdullah dilakukan pula oleh Sheila McDonough
dalam karyanya berjudul Muslim Ethics And Modernity: A Comparative Study of
The Ethical Thought of Sayyid Ahmad Khan and Mawlana Mawdudi.[10]
2.
Model Otto Horrassuwitz,
Majid Fakhry dan Harun Nasution.
Dalam
bukunya yang berjudul History of Muslim Philosophy, Horrassuwitz mengemukakan
berbagai pemikiran filosofis, riwayat hidup, serta karya tulis dari beberapa
tokoh filsafat seperti Al Kindi, Al-Razi, Al Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina,
Ibn Bajah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd, dan Nasir Al-Din Al-Tusi.[11]
Dengan
demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif.
Sumbernya kajian pustaka. Metodenya deskriptif analitis, sedangkan
pendekatannya historis dan tokoh.[12]
Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Majid Fakhry dalam bukunya yang berjudul A
History of Islamic Philosophy. Penelitiannya selain menggunakan pendekatan historis
juga menggunakan pendekatan kawasan, bahkan substansi.[13]
Harun
Nasution juga menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan historis. Bentuk
penelitiannya deskriptif dengan menggunakan bahan-bahan bacaan. Penelitiannya
bersifat kualitatif.[14]
3.
Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Ahmad
Fuad Al-Ahwani adalah seorang pemikir modern dari Mesir. Dalam bukunya yang
berjudul Filsafat Islam, ia menyajikan sekitar problem filsafat Islam, tentang
zaman penerjemahan, dan filsafat yang berkembang di Masyriqi dan Maghribi
berikut karya, jasa, dan pemikiran tokoh-tokohnya. Metode penelitian yang
ditempuh adalah penelitian kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersift
campuran, yakni pendekatan historis, pendekatan kawasan dan tokoh.[15]
E. Model Penelitian Filsafat Berdasarkan Caranya
Macam-macam penelitian filsafat, antara lain:[16]
1.
Penelitian
historis faktual.
a.
Model
penelitian historis faktual mengenai tokoh.
Obyek
penelitian materialnya adalah pemikiran seorang filsuf dalam suatu karyanya
atau hanya satu topik dalam karya tersebut, atau pemikiran kelompok
filsuf(mahzab) pada satu periode atau zaman. Yang diteliti adalah pandangan
filsuf mengenai Tuhan, manusia, alam, dll.
b.
Model
penelitian historis factual mengenai naskah buku.
Obyek
penelitian materialnya adalah salah satu naskah atau buku filsafat klasik atau
modern dalam perkembangan pemikiran seorang filsuf pada zamannya.
c.
Model
penelitian historis faktual mengenai teks naskah.
Obyek
penelitian materialnya adalah salah satu naskah atau buku filsafat klasik yang
dipandang menurut teks harfiah. Teks yng diteliti adalah teks yang dipandang
sedekat mungkin dengan penulis asli.
Pada ketiga model penelitian
tersebut langkah awal dilakukan pengumpulan kepustakaan mengenai topik yang
bersangkutan. Bahan dapat dicri pada buku umum(misal: sejarah filsafat) serta
buku tematis (misal: filsafat manusia). Penelitian dilakukan dengan mengikuti
alur pemikiran tokoh(filsuf) dari buku yang digunakan melalui unsur-unsur
metode berpikir secara umum.
2.
Penelitian
Konsep Sepanjang Sejarah.
Obyek
penelitian materialnya adalah ide atau konsep yang muncul kembali dalam
filsafat di sepanjang zaman, misalnya kebebasan. Konsep tersebut diambil
seberapa jauh dapat dihubungkan dengan hakikat manusia dan pemikiran menyeluruh
yang berkenaan dengan ontology, aksiologi, dll. Dimulai dengan pengumpulan
kepustakaan, selanjutnya diteliti dengan metode secara umum.
3.
Penelitian
Komparasi.
Membandingkan dua atau lebih pandangan filsuf, mengenai pandan satu
aliran, maslah satu bidang(missal: etika) maupun pertentangn diantara keduanya
dalam upaya mencari jalan keluar. Penelitian ini khususnya meneliti persamaan
dan perbedaan.
4.
Penelitian
Lapangan.
Penelitian dilakukan di suatu kelompok atau daerah, suku, bangsa
maupun negara. Diselidiki tentang pandangan dasar yang melatarbelakangi suatu
fenomena penting, misalnya struktur sosial, kebiasaan upacara, dll. Peneliti
mengumpulkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh para
sosiolog-antropolog. Hasil penelitian tersebut sebagai bahan mentah bagi
peneliti untuk mengadakan refleksi sesuai dengan keahliannya dengan menggunakan
unsur-unsur metois secara umum.
5.
Penelitian
Sistematis Reflektif.
Membahas
salah satu pokok masalah dalam kehidupan manusia yang cukup sentral, seperti
hubungan agama. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan refleksi pribadi
mengenai hakikat kenyataan seperti yang dialami pribadi. Metode yang digunakan
bukan metode yang digunakan secara umum dan masing-masing metode dikembangkan
sendiri oleh seorang tokoh, seperti metode kritis(menurut Socrates dan Plato).
Namun, tetap menggunakan metode berpikir secara umum dan penerapannya
disesuaikan dengan Penelitian Sistematis Reflektif.
[1] Toto
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),
hal. 15-16.
[2] Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012),
hal. 254.
[3] Ibid.,
hal. 255
[4] Ibid,.
Hal. 256
[5] Ibid
[6] Ibid.,
hal. 256-257
[7]
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), hal.212
[8] Sudarto,
Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002),
hal. 42-48.
[9] Amin
Abdullah, Falsafah Islam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997), hal.4
[10] Abuddin
Nata, op. cit., hal. 260.
[11] Ibid,
hal. 260-261.
[12] Ibid,
hal. 261.
[13] Ibid,
hal, 262.
[14] Ibid.
[15] Ibid,
hal. 263.
[16] Sudarto,
op.cit., hal. 95-125.
1 komentar:
sangat membantu gan,,,,
Posting Komentar