Pages

Selasa, 29 April 2014

Hadis tentang Berhadas Dalam Masjid

Hadis Bukhari No. 434 tentang “Berhadas Dalam Masjid”

A. Lafal Hadis
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أبِى الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْمَلَائكَةُ تُصَلِّى عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مُصَلَّاهُ الَّذِى صَلَّى فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ، تَقُوْلُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ

B.  Arti Hadis
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Zinad dari A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Malaikat bershalawat (mendoakan) terhadap salah seorang di antara kamu selama berada di tempat shalatnya, selama ia belum berhadats." Para malaikat mengatakan, "Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia."

C.    Kata Sulit
دَامَ مَا= selama

D.  Keterangan Hadis
Ibnu Hajar Al-Asqalani menuliskan dalam kitabnya, Fathul Baari:
Al Maziri berkata, "Imam Bukhari mengisyaratkan dengan perkataan ini sebagai bantahan terhadap mereka yang melarang orang yang berhadats masuk masjid atau duduk di dalamnya, serta menjadikan orang yang berhadats seperti orang junub." Perkataan Al Maziri berdasarkan, bahwa pengertian hadats dalam hadits di atas adalah kentut atau sepertinya. Demikianlah penafsiran yang dikemukakan oleh Abu Hurairah seperti yang disebutkan dalam kitab "Thaharah (bersuci)." Sementara pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadats dalam hadits lebih umum daripada penafsiran tadi, yakni mencakup perbuatan buruk. Pendapat ini didukung oleh riwayat Imam Muslim yang menyebutkan, مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيْهِ، مَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ (Selama ia belum berhadats dan tidak mengganggu di dalamnya). Demikian pula disebutkan dalam riwayat Imam Bukhariمَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ بِحَدَثٍ  (Selama ia tidak mengganggu di dalamnya dengan hadatsnya). Dalam hal ini akan dijelaskan bahwa riwayat yang kedua merupakan penafsiran riwayat yang pertama.
مَا دَامَ فِى مُصَلَّاهُ (selama berada di tempat shalatnya) Logikanya apabila ia telah berpindah dari tempat shalatnya, maka terputuslah hal-hal tersebut. Dalam bab "orang yang duduk di masjid menunggu shalat" akan dijelaskan tentang keutamaan orang yang shalat, baik ia menetap di tempat dimana ia melakukan shalat atau telah berpindah ke tempat lain di dalam masjid. Adapun lafazh, وَلَا يَزَالُ فِى صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ  (dia senantiasa berada dalam shalat selama menunggu shalat) menetapkan bahwa hukum orang yang menunggu shalat adalah seperti orang yang shalat. Mungkin lafazh,فِى مُصَلَّاهُ  (di tempat shalatnya) dipahami sebagai tempat yang tersedia untuk shalat, bukan tempat khusus dimana ia shalat. Dengan demikian tidak ada kontradiksi antara kedua hadits tersebut.
 مَا لَمْ يُحْدِثْ(selama ia tidak berhadats) kalimat ini menunjukkan bahwa hadats membatalkan semua itu meskipun ia masih tetap duduk di masjid. Dari sini diketahui pula bahwa berhadats di masjid lebih berat daripada membuang dahak,6 sebab membuang dahak telah disebutkan kafarat (tebusan)nya sedangkan berhadats tidak disebutkan kafaratnya. Bahkan pelakunya tidak mendapatkan permohonan ampunan dari para malaikat. Sedangkan doa para malaikat sangat mungkin untuk dikabulkan, berdasarkan firman Allah, "Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah." (Qs. Al Anbiyaa': 28). Adapun faidah hadits ini aka disebutkan pada bab "orang yang duduk menunggu shalat."

6 Masalah ini perlu dijelaskan secara mendetail; apabila yang dimaksud dengan hadats adalah kemaksiatan atau bid'ah maka apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar cukup beralasan. Namun bila yang dimaksud dengan hadats adalah kentut atau yang sepertinya diantara hal-hal yang merusak wudhu selain kencing dan yang sepertinya, maka apa yang dikatakan oleh beliau kurang tepat. Untuk itu yang benar adalah bolehnya hal tersebut atau tidak disukai namun tidak mencapai derajat haram, meskipun karenanya ia tidak mendapatkan shalawat (doa) para malaikat. Kemungkinan kedua ini didukung oleh keterangan yang disebutkan oleh Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits no. 477.

E.  Analisa Konteks Kekinian
Kini manusia telah banyak menyibukkan diri dengan urusan dunia. Hampir seluruh waktunya habis untuk melakukan aktivitas duniawi. Sedikit sekali waktu yang digunakan untuk beribadah, untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam melaksanakan ibadah sholat di masjid sekalipun, seusai salam, sebagian besar orang langsung beranjak dari tempatnya. Setidaknya ini lebih baik dari mereka yang tidak sholat di masjid bahkan tidak sholat, begitu mungkin argumennya.
Ini menunjukkan bahwa sudah minim sekali kesadaran menginfakkan waktu untuk Allah. Mobilitas aktivitas duniawi memunculkan mobilitas menjauh dari mendekatkan diri pada Allah. Karena itu sebagai masyarakat modern sudah saatnya untuk bangkit dan memperbaiki diri. Sudah saatnya untuk mengambil waktu untuk Allah, karena menyadari betapa besar balasan dan manfaat yang akan didapatkan.

Malaikat akan mendoakan mereka. Ketika kita didoakan oleh orang lain, pastilah kita merasa senang. Terlebih yang mendoakan adalah orang yang sholeh, harapan kita doa ini akan mustajab. Lantas betapa luar biasa ketika yang mendoakan kita adalah malaikat, makhluk yang selalu taat kepada Allah.

0 komentar:

Posting Komentar